Minggu, 29 Desember 2013

From Bandung With Love

Bandung adalah kota yang indah dan sangat spesial buat saya. Ketika membaca anekdot orang-orang yang menerangkan bahwa Tuhan mungkin sedang tersenyum ketika menciptakan kota Bandung, saya tidak bisa menyangkalnya. Mungkin saja demikian. Well, saya sudah jatuh cinta dengan kota ini ketika pertama kali menginjakkan kaki di kota ini. Orang-orangnya yang ramah, suasananya yang rindang, banyak tempat hiburan dan belanja, surganya kuliner Indonesia, semua itu membuat saya jatuh cinta pada Bandung. Itulah mengapa liburan natal dan tahun baru ini kuputuskan untuk menghabiskannya di Bandung.

Ah, senangnya! 
Dua hari kemarin sungguh sangat menyenangkan. Bandung tetap indah seperti yang kukenal. Keramaiannya, suasananya, semuanya! Senang sekali rasanya bisa berjalan-jalan mengelilingi kota Bandung bersama dia yang saya sayangi. Yup, betul sekali. Kali ini saya tidak sendirian. Ada seseorang yang menemani saya selama di Bandung. Seseorang yang spesial. Well, sebenarnya bukan menemani sih. Mungkin lebih tepatnya, saya yang mengejarnya ke sini. :)

Jadi dia yang terlebih dulu memutuskan untuk menghabiskan awal masa liburan di rumah abangnya di Bandung. Pada hari Selasa malam, dia telah berangkat ke Bandung bersama adiknya. Sejak itu pula saya putuskan untuk berangkat menyusulnya ke Bandung. Lagipula, sudah cukup lama saya tidak mengunjungi kota kecintaan saya ini. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya saya putuskan untuk berangkat pada hari Jumat pagi. Menggunakan mobil Baraya Travel, saya pun menyusulnya ke Bandung pada pukul 7 pagi hari tersebut. Kala mentari baru saja bersinar di ufuk timur.

Saya tiba di Bandung pukul 10 pagi. Sesampainya di sana, saya putuskan untuk turun di Pasteur, berjalan-jalan sebentar di sekitar situ, lalu meminta teman lama saya yang berdomisili di Bandung untuk menjemput saya. Teman saya itu adalah Yulisa. Dia baik sekali. Di sela-sela kesibukannya, dia menyempatkan untuk menjemput saya dan mengantarkan saya ke tempat-tempat yang saya inginkan. Awalnya kami putuskan untuk makan di sekitaran Pasteur. Saat itulah kuterangkan maksud kedatanganku kali ini: "Mengejar cinta", dia pun tertawa -- memangnya lucu yah?, pikirku. 

Setelah makan, saya memintanya untuk mengantarku ke BIP, berputar-putar sebentar di sana, lalu melanjutkan perjalanan ke kumpulan FO (Factory Outlet) di jalan Riau. Setibanya di Jalan Riau inilah kami harus berpisah. Dia harus segera kembali ke kantornya. Saya ucapkan terimakasih, dan kami pun berpisah. Di sisa waktu yang ada, sebelum waktu shalat Jumat tiba, saya putuskan untuk mengunjungi beberapa FO langganan. Waktunya belanja! :)) 

Setelah puas berbelanja dan selesai shalat Jumat, saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Saya akhirnya bertemu dengan 'dia' yang menjadi alasan saya ke kota ini. Saat itu dia datang bersama Heni, salah satu teman sekelas kami di DIV yang berdomisili di kawasan Antapani, Bandung. Akhirnya kami jalan bertiga menyusuri jalan kota Bandung yang cukup sepi hari itu. Senang sekali rasanya bisa melihatnya lagi. Rindu, ya, saya rindu dengannya. Namun pedulikah dia jika saya mengucap rindu? Mungkin tidak, mungkin iya.

Target pertama dari perjalanan kami bertiga adalah wisata kuliner Bandung yang terkenal, yaitu Batagor. Lumayan untuk mengisi perut yang keroncongan sejak pagi. Batagor Kingsley di jalan Veteran yang terkenal itu pun menjadi target utama kami. Sayang sekali, Batagor Kingsley saat itu sangat penuh. Target utama tidak terealisasi, akhirnya kami putuskan ke Batagor Riri yang tak kalah populernya. Batagor Riri ini letaknya di jalan Burangrang tepat sebelum lampu merah. Setibanya di sana, saya langsung saja memesan lima buah batagor dan tiga buah siomay serta semangkuk bakso sapi dan tiga buah teh botol. Harganya cukup mahal sih, tetapi karena sudah lapar, ya sudahlah. Kami pun menyantap semuanya dengan lahap sambil bercerita dan bercanda bertiga. Bahagia itu sederhana, kawan!

Dari Batagor Riri, kami bersama-sama memutuskan untuk melipir ke TSM (Trans Studio Mall). Terakhir saya ke sini adalah 7 tahun lalu, dan pada saat itu TSM masih bernama BSM (Bandung Super Mall). Banyak yang berubah dalam periode 7 tahun tersebut, tentu saja. Yang paling mengejutkan adalah disain interior foodcourt-nya yang menurutku sangat wah. Ini tidak pernah saya jumpai pada saat terakhir kali saya ke sini. Oke, singkat cerita, kami pun berangsur ke TSM XXI di lantai paling atas. Di sini kami bertiga ingin menonton film Indonesia yang lagi naik daun belakangan ini, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (TKVDW). Dia dan Heni memesan tiket sementara saya pergi membeli popcorn asin dan minuman untuk kami bertiga. Setelah persiapan selesai, kami pun masuk ke studio, menonton. Saya sungguh ingin bercerita banyak tentang film ini, tetapi tentu tidak di postingan saya kali ini. Intinya adalah film ini sangat recommended. Bagus sekali. Saya begitu menikmati waktu 2,5 jam di dalam studio menonton film tersebut dengan dia berada di sebelahku. Kami tertawa, sedih, dan menangis bersama-sama. Heni jadi pelengkap bersama popcorn yang nyaris tidak tersentuh. Dia sukanya popcorn manis rupanya, bukan popcorn asin.

Setelah nonton, saya singgah shalat sebentar, lalu setelah itu, kami keluar dari TSM dan bergerak ke kawasan dago untuk mencari sesuap nasi. Lapar cuy! Berdasarkan saran dari Yulisa, kami akhirnya menemukan warung makan bebek yang decent yang berlokasi di samping RS St. Borromeus, Dago. Warungnya ini kecil, tapi sumpah, rame banget! Karena sudah jauh-jauh ke sini, kami bertiga memutuskan untuk mengantri demi seporsi bebek goreng yang kelihatannya lezat. Sekitar 10 menitan kami menunggu, akhirnya kami dapat tempat juga. Saya pun segera memesan tiga porsi bebek goreng bagian dada dengan nasi dan tempe serta tiga gelas es teh manis. Tidak lama kami menunggu, pesanan pun tiba. Dari aromanya sih enak, pikirku saat itu. Tanpa pikir panjang, menu pesanan langsung saja kami lahap. Dalam diam kami sibuk menikmati bebek masing-masing. Menurutku sih rasa bebeknya biasa saja, tidak ada yang spesial. Sambalnya tidak ada pedes-pedesnya! Tau sendirilah apa nikmatnya makan bebek jika tidak ditemani dengan sambal yang maknyus. Namun, secara perbandingan relatif terhadap harga, yah lumayanlah. Mungkin karena itu makanya ramai dikunjungi. Untuk tiga porsi lengkap tersebut, saya hanya membayar 65 ribu rupiah. Murah, bukan?

Setelah perut terisi, kami putuskan untuk jalan-jalan sebentar di sepanjang jalan poros Dago. Di perjalanan kami menemukan sesuatu yang menarik minat kami. Itu adalah martabak San Fransisco. Kami pun mampir dan memesan satu porsi martabak manis rasa cokelat keju ukuran biasa. Sembari menunggu pesanan kami tukar menukar cerita tentang Bandung. Berbagai topik terangkat dalam cerita tersebut hingga tanpa terasa pesanan martabak manis kami pun jadi. Karena sudah larut, kami putuskan untuk melahap martabak tersebut di mobil saja. Jalanan sangat lengang pada saat itu. Di atas mobil kami melahap martabak sambil bercanda. Ditemani riak lampu mobil dan lampu jalan, aku senang kali ini dia suka dengan pesanan yang kubelikan untuknya. Dia suka makanan manis seperti ini, demikian kutulis dalam memoriku.

Tidak butuh lama hingga mobil Heni tiba di hotel tempat aku akan menginap. Hotel tersebut terletak di sepanjang Jalan Soekarno Hatta. Hotel Gothic namanya. Saya pun memesan kamar kelas deluxe untuk satu malam saja. Besok saya sudah harus kembali ke Jakarta. Setelah memesan dan melihat-lihat kamar sebentar di lantai 5 dekat balkon, saya pun mengantar mereka kembali ke mobil. Heni akan mengantar dia pulang ke rumah abangnya. Kami pun harus berpisah. Benar-benar ini adalah hari yang menyenangkan bersamanya. Banyak memori kami terukir di Bandung hari ini. Semoga besok kami masih sempat bertemu, meski hanya untuk sekedar makan siang.

Kuhabiskan malam pada hari itu di balkon menatap gemerlap lampu kota Bandung yang begitu syahdu. Indah dikelilingi kegelapan. Niatku belajar menjadi hanya sekedar niat. Di benak hanya terlintas dia dan kenangan kami seharian ini. Aku bahagia :')

***

Besoknya, setelah sarapan di hotel, saya membuka-buka buku sebentar. Belajar. Hingga tiba waktunya untuk check-out, aku putuskan untuk menghubunginya, mengajaknya makan siang di luar bersama-sama. Rasanya tidak tenang meninggalkan Bandung tanpa bertemu dengannya terlebih dahulu. Alhamdulillah pengharapanku menjadi nyata, dia setuju untuk menemaniku makan siang. Jadilah kami bertemu di Carrefour Soekarno Hatta tepat pukul dua belas siang. Dia hadir dengan untaian jilbab pasmina hitam yang tidak biasanya dia kenakan. Jujur saja, dia terlihat begitu anggun dengan balutan jilbab tersebut. Cantik. 

Setelah kami bertemu, kami pun memutuskan untuk makan siang di Pizza Hut. Berdua saja, kami menghabiskan waktu selama 2 jam di sana, bercanda, bertukar cerita, sembari menghabiskan loyang pizza medium di hadapan kami. Kami saling berbagi senyum pada setiap kisah hidup yang kami ceritakan ke satu sama lain. Bersamanya saya merasa utuh. Mungkin inilah yang dinamakan cinta? Entahlah. Yang terpenting adalah melalui momen ini saya bersyukur hubungan kami yang sempat awkward beberapa hari kemarin dapat mencair sedemikian rupa hingga menjadi sedekat ini sekarang. Kini saya tidak perlu lagi cemas akan kehilangannya, baik sebagai cinta maupun sebagai sahabat. :)


Kembali ke Jakarta saya membawa senyuman dan cinta yang membuncah di hati.
Bye-bye Bandung!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar