Kamis, 07 Januari 2016

Sebatas Pendapat Pribadi untuk Pemotongan Tukin DJP

Pertama-tama, saya di sini bercerita tidak ada maksud apa-apa dan tidak bermaksud menyinggung siapa-siapa. Bukannya saya merasa paling benar, saya hanya mengutarakan pendapat dari relung hati yang paling dalam. Syukur-syukur kalau bisa mengispirasi. Kiranya salah atau keliru, mohon diluruskan dan dimaafkan.

...

Jadi begini,

tentu fiskus (tax officer) di seluruh nusantara paham betul apa itu konsekuensi yang muncul dari terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2015 (selanjutnya PP-37) tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Konsekuensi itulah yang menjadi nightmare comes true bagi sebagian besar fiskus-fiskus ini. Saya bagaimana? Pendapat saya pribadi nanti saya ceritakan di bagian akhir. Intinya, tadi sore saya mendapati kepedihan di wajah teman-teman saya. Kesedihan karena mendapati uang yang masuk ke dalam rekeningnya tidak sebanyak di bulan-bulan sebelumnya. Sisanya, ada yang tidak bereaksi apa-apa, ada yang tersenyum dikuat-kuatkan, ada juga yang tetap tersenyum dengan semangat. Itulah reaksi-reaksi yang saya temui sore ini. 

Saya sekali lagi tidak akan menyalahkan reaksi mana pun dari reaksi-reaksi yang saya sebutkan tadi. Setiap orang tentu saja punya alasan sendiri-sendiri untuk bereaksi seperti itu. Hanya saja, kalo saya pribadi, saya terus mengakarkan prinsip dalam hati saya bahwa saya bekerja bukan untuk uang. Saya bekerja untuk sesuatu yang lebih besar, dan uang atau penghasilan itu sangatlah kecil nilainya. Nilai pekerjaan saya dihitung ibadah insya Allah di mata Tuhan saya, hasil dari pekerjaan saya dapat dinikmati oleh institusi saya, dan apa yang saya lakukan saat ini (di bidang supporting line DJP) jelas-jelas bermanfaat bagi banyak pihak, sehingga jelas sekali bahwa pekerjaan saya itu bukan remeh temeh yang bisa dibayarkan dengan beberapa juta uang yang masuk ke rekening saya setiap bulannya.

Lagipula, menurut saya, sejak awal sebelum turunnya PP-37 ini penghasilan saya toh cukup-cukup saja. Saya masih sempat menabung, berinvestasi, dan membelanjakannya untuk dunia dan akhirat saya. Lalu, kenapa ketika seporsi kecil dari itu hilang saya harus sedih? Kenapa saya harus sedih atas sesuatu yang bahkan belum genap saya miliki selama satu tahun penuh? Saya pikirkan jawaban atas pertanyaan tersebut dan di dalam logika saya, terang sekali jawabannya, saya tidak perlu bersedih. Belum lagi kalau saya bertanya seperti ini, apakah dengan keringat yang kita keluarkan, kita pantas mendapatkan jumlah sebesar itu? Mari sama-sama kita renungkan jawabannya.

Tahun 2016 mendatang masih dua belas bulan lagi. Target baru telah ditetapkan. Tentu saja namanya target pasti akan lebih challenging dari tahun sebelumnya. Ya, marilah kita jangan terlalu larut dalam kesedihan. Saya mengajak teman-teman untuk legowo dan menerima kenyataan ini, menjadikannya cambuk bagi diri pribadi untuk bekerja lebih giat lagi, lebih disiplin lagi, lebih antusias lagi, dan lebih semangat lagi di tahun-tahun mendatang . Dengan kerja keras kita bersama-sama, saya yakin target tahun depan bisa kita capai. Kegagalan tahun lalu cukup kita jadikan catatan kelabu yang dipetik hikmahnya. Yang namanya kegagalan pasti ada penyebabnya. Untuk itu sama-sama kita perbaiki bagian-bagian dari sistem yang telah terbangun yang masih reyot. Tetap optimis untuk tahun depan. DJP Bisa!

*ditulis dari bilik kubikel  Lantai 4 Gedung Utama KPDJP pukul 20.02 WIB

2015 in Summary

2015 has become a real deal to me. There were a lot of stuffs happen this year. Most of them were great things, however.

In the beginning of the year, I was struggle with my thesis. I worked day and night to make sure that this thesis could be approved by my supervisor. It was a difficult job since my supervisor was known for his high standard in the area of writing and accounting. He supervised me very cautiously. One error was not acceptable. The thesis must be 100% free from error. Months came by, my thesis was finished completely on February 2015. I was so glad at that time, even though I realized very well that it was not the right time to be 'glad'. The forthcoming schedule would be much challenging than ever. The day when I had to defend my research in front of my thesis' evaluators.

Therefore, I needed to prepare long before due date. I reopened my accounting books again, relearned them, again and again, until the time came. Not long before the due date, possibly about 1 week before, I was confident with my preparation. I faced the evaluators with confident smile, presented my research in front of them. Luckily, those evaluator team, led by Mr. Walujo, were not questioning a lot of hard questions in regards with my research and accounting. You know what happen next. Yeah. Alhamdulillah, I passed it. I was graduated!

On April 2015, I was formally graduated from my university, State College of Accountancy. I was so pleased at that time... and sad at the same time. I had my reasons for that.

On May 2015, I came back to work. Just my luck, I got a very tough place in my institution: Personnel Division. I said it as "a very tough place", of course with several reasons, most of which is you will need extra patience to handle human (like what we always do in my place of work). Hmm..

May to November 2015: nothing really special occasions happened. I was just like sitting in my workplace day and night, day after day, to get one by one project, done. After work, I get myself into an English course in LBI Universitas Indonesia to improve my english fluency. Those 3 months were very helpful. I could develop my IELTS point significantly (by 2,0 to be exact) because of that.

Not long after that, December came. Our national revenue was still so far from its target, which mean, according to President Regulation number 37 year 2015, we would get 'cut' literally and figuratively on our income, as a tax officer, next year (2016) with certain percentage. However, that news shouldn't be think as a bad news, should it? On contrary, I think I have to face it bravely and make it as a real motivation booster to improve my work in years to come.

...

And here it comes, 2016..
Good bye 2015~! Another annus mirabilis for me. Thank you for all those unforgettable moments! 

Rabu, 23 Desember 2015

First Anniversary

#latepost

One year has passed since that night. That was one night, one special night, when I and Dewi started this relationship together, without any force, hesitation, and hurry. That was one night when the two of us became one. That was the beginning of this long, yet exciting journey.

And just about 1 week ago, we reached the first checkpoint in our relationship. We could manage to reach this point, thank God. It wasn't easy things to handle, really. There were many times when we were tested with various types of problem. Sometimes it was simple and easy, but another time it became more and more complicated. Therefore, I have to thank her for her patience and courage. Without those qualities, I can barely see us be together till this time.

And also, I need to apologize for all silly things I have done so far. I know I could be silly, clumsy, and stubborn at times. Yeah, I realized that I am not a good lover. I couldn't manage to show my love to you the way you show your love to me. Yet, you are still here with me, accepting those flaws. Thank you, and... please forgive me.

And... the last, episodes to come will not become any easier. They could be more complicated and more challenging. However, there is a chance that it could be brighter. Nobody knows. What we need to prepare right now is embracing each other when things become rough, support each other, and be more honest to each other.

 Happy anniversary, dear!

Selasa, 20 Oktober 2015

Tentang Tempat Kerja Baru

"Hari demi hari berlalu tanpa kendali.
Jika hanya diam, saya akan tertinggal jauh sekali"

Lima bulan..

Tidak terasa sudah lima bulan menempati kubikel ini. Dibanding lima bulan yang lalu, saat ini saya sudah merasa lebih nyaman. Menjalin pertemanan dengan rekan-rekan lintas kubikel benar-benar menyenangkan. Berbagi cerita, canda dan tawa di sela-sela jam istirahat, menghabiskan waktu bersama-sama saat makan siang, kadang-kadang main keluar untuk sekedar mencicipi tempat makan baru. Hmm.. Saya mungkin cocok dengan lingkungan baru ini.

Beruntung bagi saya berada di sekeliling teman-teman yang mau menerima dan membimbing dengan baik. Berkat bantuan Mas Andy Bacil, Mba Fidya, Mba Sarah, Mas Anzal, Mas Jake, Mba Novi, dan lain-lain, saya berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan baik. Pola kerja di tempat ini jujur saja sangat berbeda dengan apa yang biasanya saya jalani. Yang dulunya sering terlibat di bidang core unit, sekarang berada pada posisi supporting unit. Ini menuntut saya untuk belajar banyak tentang proses bisnis yang baru, beradaptasi secepat mungkin dengan memanfaatkan setiap bantuan yang saya terima dari teman-teman di sini.

Lima bulan di sini, saya akhirnya percaya diri pada setiap pekerjaan yang saya kerjakan. Pengalaman saya bertambah dengan cukup pesat. Saya sudah pernah menangani penawaran beasiswa, diklat, lokakarya, in house training, bahkan menjadi panitia penyelenggara sebuah diklat. Ini menarik karena ternyata mengurusi itu semua jauh dari kata mudah. Saya cukup tergopoh menangani pekerjaan-pekerjaan itu, apalagi jika sudah mepet deadline. Saya jadi mendapatkan perspektif baru di sini. 

Mengurusi SDM itu sama sekali tidak mudah kawan. Terdapat banyak sekali variabel pengganggu yang bisa menghambat pekerjaan Anda di sini. Manusia bukanlah sesuatu yang mudah dikendalikan. Begitu variatifnya kepentingan manusia, menyebabkan manusia menjadi hal tersulit untuk dikendalikan. Selain pengalaman, tampaknya perspektif saya pun menjadi lebih luas di sini.

Sebagai pelaksana di supporting unit saya harus mampu menjalankan peranku dengan baik, sembari tetap mengembangkan diri dan menjaga agar kapasitas sendiri tidak drop. Meskipun pada awalnya saya cukup sedih, karena tidak bisa memberikan bantuan langsung bagi DJP dalam mencapai target penerimaan, saya perlu tetap berdiri kokoh dan berusaha sekeras mungkin untuk melaksanakan tugas secara sempurna, menciptakan sinergi antara supporting unit dan core unit untuk mendulang keberhasilan pencapaian target DJP. 


DJP Bisa!

Jumat, 19 Juni 2015

ITF 2015

Beberapa minggu ini selain sibuk beradaptasi di kantor yang baru, saya juga disibukkan oleh urusan kepanitiaan di event lomba Indonesian Tax Festival 2015 yang diadakan oleh teman-teman Ikatan Mahasiswa Pajak STAN. Lomba ini adalah lomba pajak tingkat nasional yang diikuti secara berjenjang oleh 43 tim yang berasal seluruh kota di Indonesia. Proses seleksinya ketat sekali. Untuk tahap awal, ke-43 tim tersebut harus mengikuti tes tertulis di region masing-masing dan juga wajib mengirimkan esai sebagai representasi timnya.

Pada awalnya teman-teman panitia meminta saya berperan sebagai validator soal yang disiapkan oleh panitia, sekaligus sebagai perancang soal-soal untuk dimunculkan di babak final nanti. Namun, karena satu dan lain hal, akhirnya saya juga diminta untuk menilai esai-esai yang dikirimkan oleh tim-tim peserta lomba. Ini pekerjaan yang tidak mudah sebenarnya.

Menilai sebuah karya tulis bukanlah pekerjaan yang gampang. Diperlukan pengetahuan yang luas dan wawasan yang menyeluruh untuk dapat memberikan penilaian yang baik dan tidak bias. Dengan kompetensi saya saat ini yang masih serba nanggung baik dari sisi praktisi maupun akademisi, saya tidak bisa menerima tawaran tersebut pada awalnya. Namun demikian, tim panitia berharap keras supaya saya bisa turut membantu mengingat tidak ada satu pun dosen yang menyanggupi tawaran tersebut. Sebagai opsi terakhir, saya hanya bisa mengiyakan dan mengucap doa dalam-dalam.

***

Babak preliminary pun dimulai secara serentak di seluruh Indonesia. Beberapa hari kemudian saya menerima surel dari panitia berisi daftar esai dari ke-43 tim yang beradu dalam babak prelim ITF 2015 disertai dengan lembar dan kriteria peniliaian esai. Esai ini akan menjadi penentu siapa-siapa saja tim yang akan tembus ke babak 15 besar di Jakarta bulan September nanti. Untung saja saya tidak sendirian di sini. Ada dua orang teman saya yang turut membantu memberikan penilaiannya atas esai-esai tersebut. Dengan begini penilaian atas esai bisa menjadi lebih objektif. Syukurlah.

Pengalaman menilai esai-esai itu ternyata seru juga. Saya jadi mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai pandangan mahasiswa-mahasiswa seluruh Indonesia tentang pajak. Kebetulan, tim panitia menyediakan tiga tema besar yang dapat secara bebas dipilih oleh peserta. Ketiga tema tersebut ialah pajak sebagai tonggak kemajuan negeri, implementasi pajak dalam kehidupan masyarakat, dan pajak sebagai bagian dari budaya bangsa. Dari ketiga tema tersebut berkembang menjadi banyak variasi tulisan. Ada yang mengkritisi pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP), juga ada yang memberikan solusi atas constrain yang dihadapi DJP. Selain itu, ada juga secara emosional menyuarakan kegusarannya atas praktik-praktik kotor yang dilakukan oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang suka menggelapkan pajak.

Pemikiran-pemikiran tulus dan idealis seperti inilah yang perlu didengarkan oleh teman-teman di kantor. Bagaimana melihat praktik berjalan dari jendela yang berbeda. Selama ini, sebagai fiskus saya terbiasa melihat masalah hanya melalui satu jendela saja. Padahal, terdapat banyak jendela untuk melihat masalah-masalah tersebut. Dengan melihat dari "jendela" tulisan mahasiswa ini saya jadi sadar bahwa sesungguhnya terdapat beberapa hal yang dapat digunakan untuk menggali potensi perpajakan. Bagaimana masyarakat yang diwakili oleh mahasiswa-mahasiswa ini mampu memunculkan masalah-masalah yang awalnya tampak dangkal, namun sesungguhnya mungkin tidak demikian.

Salah satu permasalahan yang diangkat ialah mengenai paradigma negatif rakyat terhadap pajak. Inilah yang dianggap sebagai akar masalah ketidakpatuhan mayoritas masyarakat dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Ada beberapa root cause yang dianalisis, salah satunya menyangkut tidak adanya transparansi pemerintah dalam membelanjakan anggaran hasil pungutan pajak tersebut. Meskipun dinnyatakan bahwa pajak tidak memberikan kontraprestasi kepada pembayar/penanggung pajak, tulisan yang saya baca tersebut menggarisbawahi pentingnya ada "sedikit" kontraprestasi yang tangible dari pemerintah kepada Wajib Pajak. Gunanya untuk apa? Gunanya untuk memperlihatkan penghargaan kepada Wajib Pajak atas pengorbanan dan dedikasi untuk complie pada aturan perpajakan.

Ada beberapa masalah lain yang diungkapkan dalam esai-esai itu. Beberapa di antaranya hanya mempertegas kondisi berjalan dengan memberikan deskripsi umum atas status quo, namun ada juga yang dengan cerdas mengupas permasalahan dan mengkritisi kebijakan pemerintah atas suatu masalah. Dengan membaca tulisan-tulisan itu, saya menjadi cukup optimis dengan generasi muda kita. Ternyata masih banyak calon penerus kita yang peduli dengan bangsa ini melalui ide dan gagasan yang menarik. Semoga idealisme seperti ini tetap terjaga pada saat yang bersangkutan melanjutkan karier di jenjang selanjutnya. Apakah itu karier yang berkaitan langsung dengan pajak ataupun tidak, kesadaran untuk taat menjalankan kewajiban perpajakan tetap harus dipertahankan. 

***

Akhirnya proses penilaian itu selesai malam ini. Lembar penilaianku kukirimkan melalui surel ke tim panitia sembari mengucap bismillah, semoga tim terbaiklah yang tembus ke babak berikutnya. 

Lamat-lamat kuperhatikan kondisi kantor yang masih terang. Wah, sudah sepi rupanya. Saatnya pulang.

***

Oh, iya.. Selamat berakhir pekan rekan-rekan sekalian! ^^

Sabtu, 13 Juni 2015

Menjelang Ramadhan 1436 H

Ramadhan adalah bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh seluruh umat Islam. Ia adalah bulan yang penuh berkah dan maghfirah. Ia adalah bulan suci yang harus diisi dengan ibadah untuk mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya. Ia tidak akan lama lagi tiba. Penuh syukur dalam hatiku, masih dapat dipertemukan dengan Ramadhan tahun 1436 H ini. Alhamdulillah.... ^^

Berbicara tentang Ramadhan tahun ini, ada banyak sekali perubahan dalam hidupku dibandingkan dengan Ramadhan tahun lalu. Ramadhan tahun ini aku kembali bekerja. Berbeda dengan dua kali Ramadhan sebelumnya, di mana aku masih berstatus mahasiswa tugas belajar. Tentu ini menghadirkan tantangan tersendiri, yaitu seputar manajemen waktu yang ketat. Keseimbangan waktu untuk bekerja, ibadah, dan kehidupan sosial harus terjaga. Dulu waktu berstatus mahasiswa aku tidak terlalu kesulitan menyeimbangkan ketiga hal ini. Namun untuk Ramadhan tahun ini, terus terang saja, semuanya menjadi jauh berbeda.

Sebagai umat muslim, aku tentu tidak ingin melewatkan keberkahan Ramadhan begitu saja, tanpa menuai manfaat yang dalam darinya. Pekerjaan yang menumpuk di kantor tidak seharusnya menjadi hambatan untuk beribadah. Semuanya harus berjalan seimbang. Di situlah pentingnya manajemen waktu yang ketat selama bulan Ramadhan ke depan. Dan itu adalah tantangan bagiku. Juga bagi kita semua yang berada pada kondisi serupa. 

Aku berharap aku dan kita semua diberikan kesempatan, kesehatan, keluangan waktu, dan kejernihan pikiran untuk dapat menjalani bulan Ramadhan tahun ini dengan baik dan lancar. Mari sucikan hati, luruskan niat. Semoga Ramadhan tahun ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Aamiin Ya Rabbal 'Alamiin.

Melalui postingan ini juga aku juga ingin meminta maaf kepada rekan-rekan pembaca, seandainya dalam satu tahun sebelumnya terdapat hal-hal yang tanpa sengaja telah membuat luka di hati rekan-rekan sekalian. Mohon keikhlasannya untuk memberikan maaf.

Marhaban ya Ramadhan