Jumat, 19 Juni 2015

ITF 2015

Beberapa minggu ini selain sibuk beradaptasi di kantor yang baru, saya juga disibukkan oleh urusan kepanitiaan di event lomba Indonesian Tax Festival 2015 yang diadakan oleh teman-teman Ikatan Mahasiswa Pajak STAN. Lomba ini adalah lomba pajak tingkat nasional yang diikuti secara berjenjang oleh 43 tim yang berasal seluruh kota di Indonesia. Proses seleksinya ketat sekali. Untuk tahap awal, ke-43 tim tersebut harus mengikuti tes tertulis di region masing-masing dan juga wajib mengirimkan esai sebagai representasi timnya.

Pada awalnya teman-teman panitia meminta saya berperan sebagai validator soal yang disiapkan oleh panitia, sekaligus sebagai perancang soal-soal untuk dimunculkan di babak final nanti. Namun, karena satu dan lain hal, akhirnya saya juga diminta untuk menilai esai-esai yang dikirimkan oleh tim-tim peserta lomba. Ini pekerjaan yang tidak mudah sebenarnya.

Menilai sebuah karya tulis bukanlah pekerjaan yang gampang. Diperlukan pengetahuan yang luas dan wawasan yang menyeluruh untuk dapat memberikan penilaian yang baik dan tidak bias. Dengan kompetensi saya saat ini yang masih serba nanggung baik dari sisi praktisi maupun akademisi, saya tidak bisa menerima tawaran tersebut pada awalnya. Namun demikian, tim panitia berharap keras supaya saya bisa turut membantu mengingat tidak ada satu pun dosen yang menyanggupi tawaran tersebut. Sebagai opsi terakhir, saya hanya bisa mengiyakan dan mengucap doa dalam-dalam.

***

Babak preliminary pun dimulai secara serentak di seluruh Indonesia. Beberapa hari kemudian saya menerima surel dari panitia berisi daftar esai dari ke-43 tim yang beradu dalam babak prelim ITF 2015 disertai dengan lembar dan kriteria peniliaian esai. Esai ini akan menjadi penentu siapa-siapa saja tim yang akan tembus ke babak 15 besar di Jakarta bulan September nanti. Untung saja saya tidak sendirian di sini. Ada dua orang teman saya yang turut membantu memberikan penilaiannya atas esai-esai tersebut. Dengan begini penilaian atas esai bisa menjadi lebih objektif. Syukurlah.

Pengalaman menilai esai-esai itu ternyata seru juga. Saya jadi mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai pandangan mahasiswa-mahasiswa seluruh Indonesia tentang pajak. Kebetulan, tim panitia menyediakan tiga tema besar yang dapat secara bebas dipilih oleh peserta. Ketiga tema tersebut ialah pajak sebagai tonggak kemajuan negeri, implementasi pajak dalam kehidupan masyarakat, dan pajak sebagai bagian dari budaya bangsa. Dari ketiga tema tersebut berkembang menjadi banyak variasi tulisan. Ada yang mengkritisi pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP), juga ada yang memberikan solusi atas constrain yang dihadapi DJP. Selain itu, ada juga secara emosional menyuarakan kegusarannya atas praktik-praktik kotor yang dilakukan oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang suka menggelapkan pajak.

Pemikiran-pemikiran tulus dan idealis seperti inilah yang perlu didengarkan oleh teman-teman di kantor. Bagaimana melihat praktik berjalan dari jendela yang berbeda. Selama ini, sebagai fiskus saya terbiasa melihat masalah hanya melalui satu jendela saja. Padahal, terdapat banyak jendela untuk melihat masalah-masalah tersebut. Dengan melihat dari "jendela" tulisan mahasiswa ini saya jadi sadar bahwa sesungguhnya terdapat beberapa hal yang dapat digunakan untuk menggali potensi perpajakan. Bagaimana masyarakat yang diwakili oleh mahasiswa-mahasiswa ini mampu memunculkan masalah-masalah yang awalnya tampak dangkal, namun sesungguhnya mungkin tidak demikian.

Salah satu permasalahan yang diangkat ialah mengenai paradigma negatif rakyat terhadap pajak. Inilah yang dianggap sebagai akar masalah ketidakpatuhan mayoritas masyarakat dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Ada beberapa root cause yang dianalisis, salah satunya menyangkut tidak adanya transparansi pemerintah dalam membelanjakan anggaran hasil pungutan pajak tersebut. Meskipun dinnyatakan bahwa pajak tidak memberikan kontraprestasi kepada pembayar/penanggung pajak, tulisan yang saya baca tersebut menggarisbawahi pentingnya ada "sedikit" kontraprestasi yang tangible dari pemerintah kepada Wajib Pajak. Gunanya untuk apa? Gunanya untuk memperlihatkan penghargaan kepada Wajib Pajak atas pengorbanan dan dedikasi untuk complie pada aturan perpajakan.

Ada beberapa masalah lain yang diungkapkan dalam esai-esai itu. Beberapa di antaranya hanya mempertegas kondisi berjalan dengan memberikan deskripsi umum atas status quo, namun ada juga yang dengan cerdas mengupas permasalahan dan mengkritisi kebijakan pemerintah atas suatu masalah. Dengan membaca tulisan-tulisan itu, saya menjadi cukup optimis dengan generasi muda kita. Ternyata masih banyak calon penerus kita yang peduli dengan bangsa ini melalui ide dan gagasan yang menarik. Semoga idealisme seperti ini tetap terjaga pada saat yang bersangkutan melanjutkan karier di jenjang selanjutnya. Apakah itu karier yang berkaitan langsung dengan pajak ataupun tidak, kesadaran untuk taat menjalankan kewajiban perpajakan tetap harus dipertahankan. 

***

Akhirnya proses penilaian itu selesai malam ini. Lembar penilaianku kukirimkan melalui surel ke tim panitia sembari mengucap bismillah, semoga tim terbaiklah yang tembus ke babak berikutnya. 

Lamat-lamat kuperhatikan kondisi kantor yang masih terang. Wah, sudah sepi rupanya. Saatnya pulang.

***

Oh, iya.. Selamat berakhir pekan rekan-rekan sekalian! ^^

Sabtu, 13 Juni 2015

Menjelang Ramadhan 1436 H

Ramadhan adalah bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh seluruh umat Islam. Ia adalah bulan yang penuh berkah dan maghfirah. Ia adalah bulan suci yang harus diisi dengan ibadah untuk mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya. Ia tidak akan lama lagi tiba. Penuh syukur dalam hatiku, masih dapat dipertemukan dengan Ramadhan tahun 1436 H ini. Alhamdulillah.... ^^

Berbicara tentang Ramadhan tahun ini, ada banyak sekali perubahan dalam hidupku dibandingkan dengan Ramadhan tahun lalu. Ramadhan tahun ini aku kembali bekerja. Berbeda dengan dua kali Ramadhan sebelumnya, di mana aku masih berstatus mahasiswa tugas belajar. Tentu ini menghadirkan tantangan tersendiri, yaitu seputar manajemen waktu yang ketat. Keseimbangan waktu untuk bekerja, ibadah, dan kehidupan sosial harus terjaga. Dulu waktu berstatus mahasiswa aku tidak terlalu kesulitan menyeimbangkan ketiga hal ini. Namun untuk Ramadhan tahun ini, terus terang saja, semuanya menjadi jauh berbeda.

Sebagai umat muslim, aku tentu tidak ingin melewatkan keberkahan Ramadhan begitu saja, tanpa menuai manfaat yang dalam darinya. Pekerjaan yang menumpuk di kantor tidak seharusnya menjadi hambatan untuk beribadah. Semuanya harus berjalan seimbang. Di situlah pentingnya manajemen waktu yang ketat selama bulan Ramadhan ke depan. Dan itu adalah tantangan bagiku. Juga bagi kita semua yang berada pada kondisi serupa. 

Aku berharap aku dan kita semua diberikan kesempatan, kesehatan, keluangan waktu, dan kejernihan pikiran untuk dapat menjalani bulan Ramadhan tahun ini dengan baik dan lancar. Mari sucikan hati, luruskan niat. Semoga Ramadhan tahun ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Aamiin Ya Rabbal 'Alamiin.

Melalui postingan ini juga aku juga ingin meminta maaf kepada rekan-rekan pembaca, seandainya dalam satu tahun sebelumnya terdapat hal-hal yang tanpa sengaja telah membuat luka di hati rekan-rekan sekalian. Mohon keikhlasannya untuk memberikan maaf.

Marhaban ya Ramadhan

Selasa, 09 Juni 2015

Obrolan Singkat

Sepulang kantor hari ini, saya menyempatkan waktu bersama teman-teman SMA hangout bareng di sebuah mal terkemuka di Jakarta. Awalnya acara itu direncanakan untuk merayakan mutasi salah seorang dari kami ke homebase-nya di Makassar. Pada akhirnya, acara itu berjalan dengan riuh tawa dan tukar-menukar pikiran dan pengalaman di antara kami. Memang seru sekali saat berkumpul dalam wadah reuni sederhana seperti ini. Tanpa banyak perencanaan, penuh spontanitas.

Berkumpullah kami malam ini, berlima, mulai membicarakan berbagai macam topik, mulai dari karier, minat, hal-hal terbaru dalam hidup, Jakarta, sampai pada gosip tentang ini dan itu. Satu di antara tema obrolan tersebut terus menggantung di pikiranku. Tema yang dimulai dengan pertanyaan yang diajukan salah seorang dari kami: "sudah puaskah kalian dengan karier yang kalian jalani sekarang?"

Pertanyaan tersebut dijawab dengan enteng saja dari mereka berempat, secara bergantian. Saya cukup heran mendapati mereka semua tidak ada yang merasa puas dengan karier yang mereka jalani saat ini. Dengan berbagai macam alasan. Ada yang berdalih karier sekarang seperti tidak memberikan tangible effect apapun, meskipun di dalamnya terdapat beragam opportunities yang bagus. Ada pula yang ketidakpuasannya diakibatkan oleh waktunya yang sangat terbatas. 

Sembari mereka menjawab satu per satu, aku merenung dalam-dalam, "bagaimana dengan saya?".

***

Jika mau jujur, saya selalu merasa bahwa karier yang tepat bagi saya adalah sebagai peneliti dan akademisi. Saya senang sekali menganalisis suatu gejala menggunakan teori-teori kontemporer, menggali gejala-gejala itu lebih dalam, lalu menuliskan hasilnya. Saya senang sekali menulis. Saya selalu ingin  mempunyai fleksibilitas waktu untuk dapat membaca berbagai macam teori, lalu menelitinyanya, dan mungkin mengembangkan teori baru berangkat dari sana. Fleksibilitas waktu yang saat ini banyak saya habiskan mengerjakan pekerjaan rutin di kantor hingga hampir tak berbekas. Sayang sekali.

Jadi, pada dasarnya saya sendiri tidak puas dengan bagaimana karier saya saat ini berjalan. Sama halnya dengan mereka, saya juga mempunyai alasanku sendiri. Harus diakui, karier yang sesuai dengan passion itu pasti jauh lebih seru! Apakah saya juga akan mengejar karier yang lebih sejalan dengan passion saya? Hmmm... Pertanyaan itulah yang sampai malam ini, pukul 11.45 WIB, masih menggantung di atas kepala saya. Menahan kelopak mata untuk terlelap.

***

Sabtu, 06 Juni 2015

Kabar Penempatan

Pada hari Rabu, tanggal 20 Mei 2015 apa yang dinanti-nanti akhirnya datang juga: penempatan. Datang di saat yang tidak diduga-duga dan menampilkan hasil yang juga demikian. Pada akhirnya, kami hanya bisa berdoa dan berencana, semua keputusan tetap berada di tangan atasan. Pada sore hari itu, saya ingat betul bagaimana saya berulang kali, berulang-ulang kali, membaca nama saya di lampiran keputusan tersebut dan tempat baru saya nantinya. Semakin saya membacanya, semakin sakit rasanya. Entah mengapa... Ini yang tertera di sana: "Bagian Kepegawaian Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak".

Pada awalnya, saya merasa sangat down dengan ini. Ego saya sebagai manusia yang mengharapkan tempat terbaik untuk mengembangkan diri tidak tercapai. Penempatan di Bagian Kepegawaian sudah pasti menjanjikan kesibukan yang intens dengan pekerjaan yang bersifat klerikal dan monoton, yang mohon maaf, saja tidak begitu cocok dengan minat dan bakat saya. Rasanya, perjuangan saya selama di kampus tidak menghasilkan apa-apa. Pribadi saya yang kompetitif memperburuk gejolak ini. Dalam situasi itu, saya banyak berpikir yang tidak-tidak. Apalagi saat melihat teman-teman saya di kampus yang effort-nya "biasa-biasa" saja, namun pada saat penempatan justru memperoleh tempat yang lebih menantang. Entahlah. Nasib memang kadang tidak dapat diprediksi seperti itu. 

Selalu ada hikmah atas apa yang terjadi dalam hidupmu. Namun untuk ini, apa? Saya terus bertanya-tanya dalam hati. Rasanya semuanya tidak masuk di akal. Kau tidak membeli Ferrari untuk dipergunakan sebagai Toyota, bukan?

Saya mencoba sabar dan sebisa mungkin menghalau setiap pikiran seperti ini. Tetap yakin pada kehendak Yang Maha Kuasa. Berusaha tetap tersenyum, meski di dalam sana betul-betul kecewa.

***

Satu minggu, dua minggu bekerja... Akhirnya pada tanggal 3 Juni 2015 terbitlah surat keputusan penempatan kami ke eselon IV masing-masing. Saya ditempatkan di Subbagian Administrasi Pengembangan Kapasitas yang disingkat Subbag APK. Dari namanya saja, tentu sudah terbayang tugas dan fungsinya. Subbag APK bekerja dalam urusan administrasi tugas belajar, izin belajar di luar kedinasan, shortcourses, beasiswa, dan diklat-diklat. Sedikit cahaya harapan pun mulai datang: BEASISWA~!

Ya, beasiswa! Dari sana saya akan memperoleh informasi yang memadai tentang bagaimana mendaftar beasiswa, persyaratan-persyaratan administrasinya, serta pengalaman langsung di lapangan dalam mengurusi pelaksanaan seleksi beasiswa tersebut. Saya sangat terhibur dengan ini. Beberapa kekecawaan yang berakar di hati kemudian terangkat dan langkah saya pun menjadi ringan kembali. Alhamdulillah.

DUA TAHUN lagi, insya Allah. Saya akan menjadi peserta ujian seleksi beasiswa tersebut. Kemudian saya akan lulus dan segera melanjutkan jenjang pendidikan magister ke luar negeri. Sementara itu, saya harus betul-betul menekuni pekerjaan saya di Subbag APK, ikhlas melayani pegawai pagi sampai petang, sembari mempersiapkan segalanya hingga kesempatan emas itu tiba. 

Mohon doanya, teman-teman. Wassalam.