Senin, 23 Desember 2013

Cinta dan Sahabat

I'm so confused with myself these days. Penuh kesimpangsiuran, juga kegalauan. Apapun yang saya pikirkan tak bisa jauh-jauh dari dia (sorry, no mention). Pelik sekali. Ini dipersulit dengan fakta bahwa dia adalah sahabat dekatku. Friendzone, yes, di situlah masalahnya. Akhirnya untuk beberapa saat saya putuskan untuk menutup perasaanku rapat-rapat padanya. Biarlah saya dan Tuhan yang tahu, dia dan mereka tidak perlu tahu.
Satu bulan berlalu, dua bulan, tak terasa satu semester pun berlalu. Perasaanku padanya masih sukses ku rahasiakan pada siapa saja, juga beberapa orang sahabat terdekatku. Tidak ada yang tahu. Yup, memang saya adalah tipe orang yang sangat pandai menyembunyikan perasaan ketika saya menginginkannya. Satu semester berlalu dan semuanya berjalan lancar, hingga tiba suatu masa ketika saya terdorong untuk mengakhiri semua ini. Saya harus segera ngomong padanya. Harus!

Saya menjadi terdesak untuk menyatakan perasaanku padanya karena mengetahui dia mungkin sedang didekati oleh temanku sendiri. Saya pun menjadi semakin tidak tenang, sensitif yang berlebihan, dan jengah. Saya tidak mau kehilangan dia. Paling tidak saya ingin dia tahu kalau selama ini ada lelaki yang mencintainya. Setulus hatinya. Yeah, that's me. Tentu keputusanku ini telah kupikirkan matang-matang untuk segala konsekuensinya. Konsekuensi yang berat jelas menunggu di depan sana dan saya harus siap. I have to take the risk.

Akhirnya kutetapkan tanggal pertemuan kami. Berdua saja. Untukku menyatakan perasaan sayang kepadanya. Pada saat itu di sebuah tempat makan, di lantai dua, kami duduk berhadap-hadapan. Saat itulah saya menyatakan perasaanku yang sebenarnya kepadanya. Benar-benar di luar dugaan, saya akhirnya berhasil menyatakannya! Meskipun prosesnya tidak mudah dan tidak selancar yang saya harapkan, semuanya telah terjadi. Sesuatu yang awalnya saya pikir mustahil untuk dilakukan, kini telah terlaksana. Dan kini saya harus bersiap menerima konsekuensi dari semua ini. Persahabatan kami adalah taruhannya.

Saat itu saya memang ingin menyatakan perasaanku saja. Hanya sebatas itu, tidak sampai memintanya menjadi pasanganku. Well, kalian tahu sendiri kan, saya tidak ingin pacaran. Dan saya akan terus memegang prinsip itu. Saya ingin menjadikannya istriku, namun untuk saat ini saya belum siap, jujur saja. Tindakanku ini kuharap dapat memberiku tempat spesial di hatinya. "Semoga dia mengerti maksudku melakukan ini", ujarku dalam hati.

Pun begitu, reaksinya saat itu cukup mengherankan. Dia tidak menunjukkan reaksi kemarahan atau gejala jengkel padaku. Dia hanya tersenyum dan tertawa. Penuh misteri, saya menjadi semakin tidak mengerti. Bagaimana bisa dia tertawa sementara saya sedang berjuang menghadapi rasa grogi yang terus memaksa timbul di permukaan? Sudahlah, mungkin saja dia menganggap ini hal yang biasa. Namun di sisi lain, saya menjadi sedikit tenang dengan reaksinya itu. Saya tidak perlu lagi mengkhawatirkan konsekuensi besar yang mengancam persahabatan kami, pikirku.

***

Namun, ketenangan itu hanya berlangsung sesaat. Hubungan kami setelah kejadian itu menjadi sangat berbeda. Hambar, tidak ada senyuman maupun candaan. Sangat awkward. Apa yang saya cemaskan menjadi nyata. Kami tidak lagi seperti dulu. Dia berubah. Saya terus mencoba menghubunginya, menanyakan kabar, namun hanya dibalas sekedarnya. Dingin sekali. Saya sangat sedih pada keadaan hubungan kami saat itu.

Tidak tahan lagi, akhirnya kuputuskan untuk membicarakan ini dengan sahabat karibnya (yang tidak lain adalah sahabatku juga). Saya tidak perlu menceritakan segalanya dari awal sebab dia rupanya telah mengetahui apa yang telah terjadi. Saya pun meminta solusi padanya. Alhamdulillah dia itu sangat membantu dalam memberikan solusi tersebut. Dia meminta saya untuk tetap tenang dan sabar menunggu. "Segalanya akan cair dengan sendirinya", pesannya.

Menanggapi pesan sahabat saya tersebut, tidak banyak hal yang dapat saya lakukan. Saya hanya bisa menunggu sembari berharap hubungan kami akan membaik dengan sendirinya. Paling tidak untuk sekarang. Meski begitu, saya akan terus berdoa agar diberikan kemudahan untuk mendekati hatinya. Amin YRA.

Demikianlah kondisi hubungan kami saat ini, semoga ada perubahan yang nyata di masa depan. Saya tidak ingin kehilangan dirinya. Tidak sebagai cinta, pun sebagai seorang sahabat.


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar