Rabu, 23 Desember 2015

First Anniversary

#latepost

One year has passed since that night. That was one night, one special night, when I and Dewi started this relationship together, without any force, hesitation, and hurry. That was one night when the two of us became one. That was the beginning of this long, yet exciting journey.

And just about 1 week ago, we reached the first checkpoint in our relationship. We could manage to reach this point, thank God. It wasn't easy things to handle, really. There were many times when we were tested with various types of problem. Sometimes it was simple and easy, but another time it became more and more complicated. Therefore, I have to thank her for her patience and courage. Without those qualities, I can barely see us be together till this time.

And also, I need to apologize for all silly things I have done so far. I know I could be silly, clumsy, and stubborn at times. Yeah, I realized that I am not a good lover. I couldn't manage to show my love to you the way you show your love to me. Yet, you are still here with me, accepting those flaws. Thank you, and... please forgive me.

And... the last, episodes to come will not become any easier. They could be more complicated and more challenging. However, there is a chance that it could be brighter. Nobody knows. What we need to prepare right now is embracing each other when things become rough, support each other, and be more honest to each other.

 Happy anniversary, dear!

Selasa, 20 Oktober 2015

Tentang Tempat Kerja Baru

"Hari demi hari berlalu tanpa kendali.
Jika hanya diam, saya akan tertinggal jauh sekali"

Lima bulan..

Tidak terasa sudah lima bulan menempati kubikel ini. Dibanding lima bulan yang lalu, saat ini saya sudah merasa lebih nyaman. Menjalin pertemanan dengan rekan-rekan lintas kubikel benar-benar menyenangkan. Berbagi cerita, canda dan tawa di sela-sela jam istirahat, menghabiskan waktu bersama-sama saat makan siang, kadang-kadang main keluar untuk sekedar mencicipi tempat makan baru. Hmm.. Saya mungkin cocok dengan lingkungan baru ini.

Beruntung bagi saya berada di sekeliling teman-teman yang mau menerima dan membimbing dengan baik. Berkat bantuan Mas Andy Bacil, Mba Fidya, Mba Sarah, Mas Anzal, Mas Jake, Mba Novi, dan lain-lain, saya berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan baik. Pola kerja di tempat ini jujur saja sangat berbeda dengan apa yang biasanya saya jalani. Yang dulunya sering terlibat di bidang core unit, sekarang berada pada posisi supporting unit. Ini menuntut saya untuk belajar banyak tentang proses bisnis yang baru, beradaptasi secepat mungkin dengan memanfaatkan setiap bantuan yang saya terima dari teman-teman di sini.

Lima bulan di sini, saya akhirnya percaya diri pada setiap pekerjaan yang saya kerjakan. Pengalaman saya bertambah dengan cukup pesat. Saya sudah pernah menangani penawaran beasiswa, diklat, lokakarya, in house training, bahkan menjadi panitia penyelenggara sebuah diklat. Ini menarik karena ternyata mengurusi itu semua jauh dari kata mudah. Saya cukup tergopoh menangani pekerjaan-pekerjaan itu, apalagi jika sudah mepet deadline. Saya jadi mendapatkan perspektif baru di sini. 

Mengurusi SDM itu sama sekali tidak mudah kawan. Terdapat banyak sekali variabel pengganggu yang bisa menghambat pekerjaan Anda di sini. Manusia bukanlah sesuatu yang mudah dikendalikan. Begitu variatifnya kepentingan manusia, menyebabkan manusia menjadi hal tersulit untuk dikendalikan. Selain pengalaman, tampaknya perspektif saya pun menjadi lebih luas di sini.

Sebagai pelaksana di supporting unit saya harus mampu menjalankan peranku dengan baik, sembari tetap mengembangkan diri dan menjaga agar kapasitas sendiri tidak drop. Meskipun pada awalnya saya cukup sedih, karena tidak bisa memberikan bantuan langsung bagi DJP dalam mencapai target penerimaan, saya perlu tetap berdiri kokoh dan berusaha sekeras mungkin untuk melaksanakan tugas secara sempurna, menciptakan sinergi antara supporting unit dan core unit untuk mendulang keberhasilan pencapaian target DJP. 


DJP Bisa!

Jumat, 19 Juni 2015

ITF 2015

Beberapa minggu ini selain sibuk beradaptasi di kantor yang baru, saya juga disibukkan oleh urusan kepanitiaan di event lomba Indonesian Tax Festival 2015 yang diadakan oleh teman-teman Ikatan Mahasiswa Pajak STAN. Lomba ini adalah lomba pajak tingkat nasional yang diikuti secara berjenjang oleh 43 tim yang berasal seluruh kota di Indonesia. Proses seleksinya ketat sekali. Untuk tahap awal, ke-43 tim tersebut harus mengikuti tes tertulis di region masing-masing dan juga wajib mengirimkan esai sebagai representasi timnya.

Pada awalnya teman-teman panitia meminta saya berperan sebagai validator soal yang disiapkan oleh panitia, sekaligus sebagai perancang soal-soal untuk dimunculkan di babak final nanti. Namun, karena satu dan lain hal, akhirnya saya juga diminta untuk menilai esai-esai yang dikirimkan oleh tim-tim peserta lomba. Ini pekerjaan yang tidak mudah sebenarnya.

Menilai sebuah karya tulis bukanlah pekerjaan yang gampang. Diperlukan pengetahuan yang luas dan wawasan yang menyeluruh untuk dapat memberikan penilaian yang baik dan tidak bias. Dengan kompetensi saya saat ini yang masih serba nanggung baik dari sisi praktisi maupun akademisi, saya tidak bisa menerima tawaran tersebut pada awalnya. Namun demikian, tim panitia berharap keras supaya saya bisa turut membantu mengingat tidak ada satu pun dosen yang menyanggupi tawaran tersebut. Sebagai opsi terakhir, saya hanya bisa mengiyakan dan mengucap doa dalam-dalam.

***

Babak preliminary pun dimulai secara serentak di seluruh Indonesia. Beberapa hari kemudian saya menerima surel dari panitia berisi daftar esai dari ke-43 tim yang beradu dalam babak prelim ITF 2015 disertai dengan lembar dan kriteria peniliaian esai. Esai ini akan menjadi penentu siapa-siapa saja tim yang akan tembus ke babak 15 besar di Jakarta bulan September nanti. Untung saja saya tidak sendirian di sini. Ada dua orang teman saya yang turut membantu memberikan penilaiannya atas esai-esai tersebut. Dengan begini penilaian atas esai bisa menjadi lebih objektif. Syukurlah.

Pengalaman menilai esai-esai itu ternyata seru juga. Saya jadi mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai pandangan mahasiswa-mahasiswa seluruh Indonesia tentang pajak. Kebetulan, tim panitia menyediakan tiga tema besar yang dapat secara bebas dipilih oleh peserta. Ketiga tema tersebut ialah pajak sebagai tonggak kemajuan negeri, implementasi pajak dalam kehidupan masyarakat, dan pajak sebagai bagian dari budaya bangsa. Dari ketiga tema tersebut berkembang menjadi banyak variasi tulisan. Ada yang mengkritisi pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP), juga ada yang memberikan solusi atas constrain yang dihadapi DJP. Selain itu, ada juga secara emosional menyuarakan kegusarannya atas praktik-praktik kotor yang dilakukan oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang suka menggelapkan pajak.

Pemikiran-pemikiran tulus dan idealis seperti inilah yang perlu didengarkan oleh teman-teman di kantor. Bagaimana melihat praktik berjalan dari jendela yang berbeda. Selama ini, sebagai fiskus saya terbiasa melihat masalah hanya melalui satu jendela saja. Padahal, terdapat banyak jendela untuk melihat masalah-masalah tersebut. Dengan melihat dari "jendela" tulisan mahasiswa ini saya jadi sadar bahwa sesungguhnya terdapat beberapa hal yang dapat digunakan untuk menggali potensi perpajakan. Bagaimana masyarakat yang diwakili oleh mahasiswa-mahasiswa ini mampu memunculkan masalah-masalah yang awalnya tampak dangkal, namun sesungguhnya mungkin tidak demikian.

Salah satu permasalahan yang diangkat ialah mengenai paradigma negatif rakyat terhadap pajak. Inilah yang dianggap sebagai akar masalah ketidakpatuhan mayoritas masyarakat dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Ada beberapa root cause yang dianalisis, salah satunya menyangkut tidak adanya transparansi pemerintah dalam membelanjakan anggaran hasil pungutan pajak tersebut. Meskipun dinnyatakan bahwa pajak tidak memberikan kontraprestasi kepada pembayar/penanggung pajak, tulisan yang saya baca tersebut menggarisbawahi pentingnya ada "sedikit" kontraprestasi yang tangible dari pemerintah kepada Wajib Pajak. Gunanya untuk apa? Gunanya untuk memperlihatkan penghargaan kepada Wajib Pajak atas pengorbanan dan dedikasi untuk complie pada aturan perpajakan.

Ada beberapa masalah lain yang diungkapkan dalam esai-esai itu. Beberapa di antaranya hanya mempertegas kondisi berjalan dengan memberikan deskripsi umum atas status quo, namun ada juga yang dengan cerdas mengupas permasalahan dan mengkritisi kebijakan pemerintah atas suatu masalah. Dengan membaca tulisan-tulisan itu, saya menjadi cukup optimis dengan generasi muda kita. Ternyata masih banyak calon penerus kita yang peduli dengan bangsa ini melalui ide dan gagasan yang menarik. Semoga idealisme seperti ini tetap terjaga pada saat yang bersangkutan melanjutkan karier di jenjang selanjutnya. Apakah itu karier yang berkaitan langsung dengan pajak ataupun tidak, kesadaran untuk taat menjalankan kewajiban perpajakan tetap harus dipertahankan. 

***

Akhirnya proses penilaian itu selesai malam ini. Lembar penilaianku kukirimkan melalui surel ke tim panitia sembari mengucap bismillah, semoga tim terbaiklah yang tembus ke babak berikutnya. 

Lamat-lamat kuperhatikan kondisi kantor yang masih terang. Wah, sudah sepi rupanya. Saatnya pulang.

***

Oh, iya.. Selamat berakhir pekan rekan-rekan sekalian! ^^

Sabtu, 13 Juni 2015

Menjelang Ramadhan 1436 H

Ramadhan adalah bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh seluruh umat Islam. Ia adalah bulan yang penuh berkah dan maghfirah. Ia adalah bulan suci yang harus diisi dengan ibadah untuk mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya. Ia tidak akan lama lagi tiba. Penuh syukur dalam hatiku, masih dapat dipertemukan dengan Ramadhan tahun 1436 H ini. Alhamdulillah.... ^^

Berbicara tentang Ramadhan tahun ini, ada banyak sekali perubahan dalam hidupku dibandingkan dengan Ramadhan tahun lalu. Ramadhan tahun ini aku kembali bekerja. Berbeda dengan dua kali Ramadhan sebelumnya, di mana aku masih berstatus mahasiswa tugas belajar. Tentu ini menghadirkan tantangan tersendiri, yaitu seputar manajemen waktu yang ketat. Keseimbangan waktu untuk bekerja, ibadah, dan kehidupan sosial harus terjaga. Dulu waktu berstatus mahasiswa aku tidak terlalu kesulitan menyeimbangkan ketiga hal ini. Namun untuk Ramadhan tahun ini, terus terang saja, semuanya menjadi jauh berbeda.

Sebagai umat muslim, aku tentu tidak ingin melewatkan keberkahan Ramadhan begitu saja, tanpa menuai manfaat yang dalam darinya. Pekerjaan yang menumpuk di kantor tidak seharusnya menjadi hambatan untuk beribadah. Semuanya harus berjalan seimbang. Di situlah pentingnya manajemen waktu yang ketat selama bulan Ramadhan ke depan. Dan itu adalah tantangan bagiku. Juga bagi kita semua yang berada pada kondisi serupa. 

Aku berharap aku dan kita semua diberikan kesempatan, kesehatan, keluangan waktu, dan kejernihan pikiran untuk dapat menjalani bulan Ramadhan tahun ini dengan baik dan lancar. Mari sucikan hati, luruskan niat. Semoga Ramadhan tahun ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Aamiin Ya Rabbal 'Alamiin.

Melalui postingan ini juga aku juga ingin meminta maaf kepada rekan-rekan pembaca, seandainya dalam satu tahun sebelumnya terdapat hal-hal yang tanpa sengaja telah membuat luka di hati rekan-rekan sekalian. Mohon keikhlasannya untuk memberikan maaf.

Marhaban ya Ramadhan

Selasa, 09 Juni 2015

Obrolan Singkat

Sepulang kantor hari ini, saya menyempatkan waktu bersama teman-teman SMA hangout bareng di sebuah mal terkemuka di Jakarta. Awalnya acara itu direncanakan untuk merayakan mutasi salah seorang dari kami ke homebase-nya di Makassar. Pada akhirnya, acara itu berjalan dengan riuh tawa dan tukar-menukar pikiran dan pengalaman di antara kami. Memang seru sekali saat berkumpul dalam wadah reuni sederhana seperti ini. Tanpa banyak perencanaan, penuh spontanitas.

Berkumpullah kami malam ini, berlima, mulai membicarakan berbagai macam topik, mulai dari karier, minat, hal-hal terbaru dalam hidup, Jakarta, sampai pada gosip tentang ini dan itu. Satu di antara tema obrolan tersebut terus menggantung di pikiranku. Tema yang dimulai dengan pertanyaan yang diajukan salah seorang dari kami: "sudah puaskah kalian dengan karier yang kalian jalani sekarang?"

Pertanyaan tersebut dijawab dengan enteng saja dari mereka berempat, secara bergantian. Saya cukup heran mendapati mereka semua tidak ada yang merasa puas dengan karier yang mereka jalani saat ini. Dengan berbagai macam alasan. Ada yang berdalih karier sekarang seperti tidak memberikan tangible effect apapun, meskipun di dalamnya terdapat beragam opportunities yang bagus. Ada pula yang ketidakpuasannya diakibatkan oleh waktunya yang sangat terbatas. 

Sembari mereka menjawab satu per satu, aku merenung dalam-dalam, "bagaimana dengan saya?".

***

Jika mau jujur, saya selalu merasa bahwa karier yang tepat bagi saya adalah sebagai peneliti dan akademisi. Saya senang sekali menganalisis suatu gejala menggunakan teori-teori kontemporer, menggali gejala-gejala itu lebih dalam, lalu menuliskan hasilnya. Saya senang sekali menulis. Saya selalu ingin  mempunyai fleksibilitas waktu untuk dapat membaca berbagai macam teori, lalu menelitinyanya, dan mungkin mengembangkan teori baru berangkat dari sana. Fleksibilitas waktu yang saat ini banyak saya habiskan mengerjakan pekerjaan rutin di kantor hingga hampir tak berbekas. Sayang sekali.

Jadi, pada dasarnya saya sendiri tidak puas dengan bagaimana karier saya saat ini berjalan. Sama halnya dengan mereka, saya juga mempunyai alasanku sendiri. Harus diakui, karier yang sesuai dengan passion itu pasti jauh lebih seru! Apakah saya juga akan mengejar karier yang lebih sejalan dengan passion saya? Hmmm... Pertanyaan itulah yang sampai malam ini, pukul 11.45 WIB, masih menggantung di atas kepala saya. Menahan kelopak mata untuk terlelap.

***

Sabtu, 06 Juni 2015

Kabar Penempatan

Pada hari Rabu, tanggal 20 Mei 2015 apa yang dinanti-nanti akhirnya datang juga: penempatan. Datang di saat yang tidak diduga-duga dan menampilkan hasil yang juga demikian. Pada akhirnya, kami hanya bisa berdoa dan berencana, semua keputusan tetap berada di tangan atasan. Pada sore hari itu, saya ingat betul bagaimana saya berulang kali, berulang-ulang kali, membaca nama saya di lampiran keputusan tersebut dan tempat baru saya nantinya. Semakin saya membacanya, semakin sakit rasanya. Entah mengapa... Ini yang tertera di sana: "Bagian Kepegawaian Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak".

Pada awalnya, saya merasa sangat down dengan ini. Ego saya sebagai manusia yang mengharapkan tempat terbaik untuk mengembangkan diri tidak tercapai. Penempatan di Bagian Kepegawaian sudah pasti menjanjikan kesibukan yang intens dengan pekerjaan yang bersifat klerikal dan monoton, yang mohon maaf, saja tidak begitu cocok dengan minat dan bakat saya. Rasanya, perjuangan saya selama di kampus tidak menghasilkan apa-apa. Pribadi saya yang kompetitif memperburuk gejolak ini. Dalam situasi itu, saya banyak berpikir yang tidak-tidak. Apalagi saat melihat teman-teman saya di kampus yang effort-nya "biasa-biasa" saja, namun pada saat penempatan justru memperoleh tempat yang lebih menantang. Entahlah. Nasib memang kadang tidak dapat diprediksi seperti itu. 

Selalu ada hikmah atas apa yang terjadi dalam hidupmu. Namun untuk ini, apa? Saya terus bertanya-tanya dalam hati. Rasanya semuanya tidak masuk di akal. Kau tidak membeli Ferrari untuk dipergunakan sebagai Toyota, bukan?

Saya mencoba sabar dan sebisa mungkin menghalau setiap pikiran seperti ini. Tetap yakin pada kehendak Yang Maha Kuasa. Berusaha tetap tersenyum, meski di dalam sana betul-betul kecewa.

***

Satu minggu, dua minggu bekerja... Akhirnya pada tanggal 3 Juni 2015 terbitlah surat keputusan penempatan kami ke eselon IV masing-masing. Saya ditempatkan di Subbagian Administrasi Pengembangan Kapasitas yang disingkat Subbag APK. Dari namanya saja, tentu sudah terbayang tugas dan fungsinya. Subbag APK bekerja dalam urusan administrasi tugas belajar, izin belajar di luar kedinasan, shortcourses, beasiswa, dan diklat-diklat. Sedikit cahaya harapan pun mulai datang: BEASISWA~!

Ya, beasiswa! Dari sana saya akan memperoleh informasi yang memadai tentang bagaimana mendaftar beasiswa, persyaratan-persyaratan administrasinya, serta pengalaman langsung di lapangan dalam mengurusi pelaksanaan seleksi beasiswa tersebut. Saya sangat terhibur dengan ini. Beberapa kekecawaan yang berakar di hati kemudian terangkat dan langkah saya pun menjadi ringan kembali. Alhamdulillah.

DUA TAHUN lagi, insya Allah. Saya akan menjadi peserta ujian seleksi beasiswa tersebut. Kemudian saya akan lulus dan segera melanjutkan jenjang pendidikan magister ke luar negeri. Sementara itu, saya harus betul-betul menekuni pekerjaan saya di Subbag APK, ikhlas melayani pegawai pagi sampai petang, sembari mempersiapkan segalanya hingga kesempatan emas itu tiba. 

Mohon doanya, teman-teman. Wassalam.


Jumat, 01 Mei 2015

Dear Woman

Baru-baru ini saya membaca puisi yang amat dalam maknanya. Sebuah puisi karya Michael E. Reid. Berikut ini patahan puisinya. Selamat menikmati. ^^

Dear woman, 
Sometimes, 
You'll just too much woman. 
Too smart, 
Too beautiful, 
Too strong, 
Too much of something, 
That makes a man feel like less a man. 
Which will start making you feel like you have to be less of a woman.
The biggest mistake you can make is removing jewels from your crown. 
To make it easier for a man to carry. 
When this happens, I need you to understand, 
You do not need a smaller crown,
You need a man with bigger hands.

...

Jumat, 24 April 2015

Makna Lain Yudisium

Tanggal 23 April 2015 kemarin adalah hari yang bersejarah buatku bersama ke-110 anak D4 Reguler STAN lainnya. Kami akhirnya melalui satu fase terbesar dalam hidup kami, yaitu yudisium. Melalui fase ini, status kami tidak lagi sebagai mahasiswa berstatus pegawai tugas belajar, tetapi akan kembali ke kantor masing-masing sebagi pegawai penuh. STAN yang menjadi tempat kami menuntut ilmu dan mengembangkan wawasan dalam dua tahun terakhir ini pun harus kami tinggalkan. Cepat atau lambat saya pasti akan rindu dengan suasana kampus Ali Wardhana.

Yudisium memiliki makna lain buat saya. Bagi saya, yudisium ini memberikan makna bahwa setiap visi yang jelas dan diinternalisasi dengan baik oleh watak, pikiran, dan tingkah laku akan membawa visi tersebut ke tempat pencapaiannya. Ketercapaian visi hanya dapat terjadi jika kamu yakin sepenuhnya itu bisa terealisasi. Yakin sampai ke tingkat kamu dapat memvisualisasikan dengan jelas pencapaian atas visi tersebut.

Contoh paling populer dari ini adalah kisah alm. Walt Disney saat merealisasikan Disney Land. Sama-sama kita ketahui, Walt Disney meninggal beberapa tahun sebelum Disney Land selesai dibangun. Yang menarik adalah ketika istri Walt Disney diwawancarai oleh wartawan mengenai pendapatnya tentang hal tersebut. Menanggapinya, beliau menjawab, "Percayalah, dia sudah melihatnya.". Demikianlah proses visualisasi atas visi berjalan. Walt Disney telah membayangkan dengan sangat jelas akan seperti apa Disney Land nantinya, setiap detailnya.

Di awal perkuliahan, sewaktu pertama kali menyandang status mahasiswa Diploma IV, saya bertekad untuk menjadi salah satu lulusan terbaik di kampus ini. Lulusan terbaik di sini tidak melulu melihat indeks prestasi di kampus, tetapi juga prestasi-prestasi lain di luar kampus, serta nilai tambah yang dapat diberikan ke orang lain. Saya pun mencatat visi saya tersebut, menuliskan beberapa misi untuk menjelaskan bagaimana cara mencapainya. Setelah itu saya melakukan visualisasi atas visi tersebut. Dalam dua tahun saya membayangkan saya akan lulus dari kampus ini tersenyum bangga pada pencapaian-pencapaian yang berhasil diraih.

Dua tahun kemudian, alhamdulillah segalanya berhasil saya dapatkan "hampir" sesuai apa yang saya bayangkan dua tahun yang lalu. Hampir, tidak persis. Sejujurnya dulu saya membayangkan diri saya sebagai lulusan terbaik kampus, namun kenyataannya saya belum berhasil merealisasikan itu. Saya hanya duduk di peringkat kedua dengan indeks prestasi kumulatif 3,73, berbeda tipis dengan teman baik saya, Fauziah Noor yang menempati posisi pertama dengan indeks prestasi kumulatif 3,74. Apakah itu membuat saya puas? Tentu saja tidak. Saya sedikit kecewa. Hanya saja, saya cukup terhibur dengan keakuratan visualisasi visi saya. Dengan setiap keterbatasan yang saya miliki dan ketidakberuntungan yang harus saya hadapi, saya hanya tertinggal 0,01 poin untuk melengkapi keseluruhan visi saya selama berkuliah  di Diploma IV STAN. Itu semua merupakan nikmat Allah SWT yang perlu disyukuri.

Selain dari tolak ukur indeks prestasi, semuanya mampu saya realisasikan. Alhamdulillah. Selama dua tahun kuliah di Diploma IV ini saya mampu mengukirkan prestasi dengan memenangi beberapa kompetisi yang diikuti. Selain itu, di sela-sela kesibukan perkuliahan saya tetap mampu melestarikan pengatahuan dengan aktif mengajar akuntansi dan perpajakan ke teman-teman Diploma III yang saya yakin sepenuhnya dapat memberikan manfaat yang luar biasa bagi mereka dan juga bagi saya. Atas setiap pencapaian tersebut saya harus mengucap syukur ke Pencipta Semesta, alhamdulillah.

Yudisium bukanlah akhir. Yudisium adalah awal kehidupan yang baru. Saya tidak boleh berpuas diri sekarang. Masih banyak yang harus saya raih di depan sana. Di kesempatan lainnya, saya ingin terus mengasah kemampuan visualisasi visi ini, dan saya tidak boleh gagal kali ini.

Terakhir, selamat yudisium teman-teman.. Semoga keberhasilan selalu bersama kita. Aamiin YRA.

Yudisium Diploma IV Reguler, 23 April 2015, di Gedung G STAN

Pelepasan balon sebagai simbolisasi pelepasan status kemahasiswaan

Selasa, 21 April 2015

Possibilities

Hello!

Here I am, back to Jakarta again after the passed 2 weeks were delighfully spent in Makassar. All for the sake of the big day: Yudisium. What is yudisium you might ask? Yudisium is a farewell. Time for me to say farewell to my college and all people in it. Time for me to say farewell to my status as a college student, and say hello to my new status: a fiscus. Eventually all of us in STAN will face this yudisium thing. I'm so glad I could face it in two days. I'm burning with excitement at this very moment.

However, the fact that I will go back to work in the near future concerns me slightly. The replacement of the place I will work to is what concerns me the most. Oh my.. I have no idea where it could be. In Makassar? In Jakarta? Or any other places? Every possibility is widely open. I hope for the best, of course. However, looking at my family's condition right now, i think I need to work not so far from home.. In Makassar.

The situation at home is not so good right now. I could see this clearly just now when I left home. My mom and my grandpa's tears when seeing me left somehow awoke me. I just realize how enormous my role in their life. My mom and my grandpa need me the most. I should become a better son to my mom and a sweet grandson to my grandpa. They seems powerless without me around. As you know, family is number 1 priority for me. Consequently, i have to set loose of my carreer opportunity and my love. All for the sake of my family. I know this situation will be hard for Dewi. Hopefully she will understand and support me throughly.

On the other hand, if destiny shows me the least expected way, no sweat. I have made several plans about it. I will continue to pursue my career in teaching financial or governmental accounting. I could be useful in teaching on those areas as my subsidary career. It will create additional income too. Eventually, I plan to teach in my beloved college, STAN, after I meet the stated requirements.

Whatever it is, i believe it must be the best for me. Afterall, Allah SWT always know what best for us. So why should I overthink again?

Sabtu, 18 April 2015

Another Happy Beginning

At the end of March, precisely at March 27, something big was happened. It was the moment I had waited for such a long time. One moment that would decide my life. A brief moment which is so important for me. It was the time for me to be responsible of my under-graduate thesis in front of the assigned lecturers.

I could complete my under-graduate thesis as soon as the deadline arrived. Meaning, I barely finished it on time. If not for the help of Mr Budi Mulyana as my matter assistance lecturer and also Mrs Dyah Purwanti as my technical assistance lecturer, perharps I couldn’t finish it on time. In their right hands, my work was polished very well. I have to say that was a very tough work, not an easy one. Both of them are very competitive, selective, cautious, and disciplined. They could easily find every error in my writing. Then, they assisted me by giving some helpful solutions in order to correct those errors. Hereby, I have to say my gratitude to both of them.

After all processes completed, I submitted my thesis to the secretariat at March 24. At the time, they said that they could schedule my comprehensive test on March 27 which means I only had as many as 3x24h to prepare every thing. I felt so insecure instantly. At the comprehensive test, I had to be responsible of two main things. First, I had to be responsible about my research which was written in the 169 pages of my thesis. Second, I had to be responsible about all the knowledge I’ve learned in D4 STAN these 2 years. I have to tell you, those tasks were as difficult as it might sound and my life in the future depends on it. Consequently, I had to prepare every thing in these 3 days. I was not a brilliant student as I hope I could be, so I needed to spent more time in re-learning every matters I got in those 2 years effectively.

One day before the day, my insecurity was starting to kill me. I thought of many things. What if I couldn’t answer questions asked by the assigned lecturers? What if I got groggy in the process and I couldn’t convey what I think smoothly? What if I failed? And so on...... So many questions, so many insecurities. To help me through those insecurities, I called my parents. They helped me a lot. I called my gf too to calm me more. In the evening, secretariat called me and told me that the assigned lecturers for the day are Mr Budi Waluyo, Mr Raynal Yasni, and of course Mr Budi Mulyana as my matter assistance lecturer.

The day was come and at the time I was quite confidence of my preparation. I prepared every thing, matters and strategies. I hoped for the best for that day. I called my gf, my love, to pick me up and went to the campus together so that I could feel more relaxed before the test. We ate breakfast together. Then after every thing was in place, at 07.30 we departed.

Alhamdulillah, the test was going very smoothly. I could answer every question from the assigned lecturers well. I spent 2h30 in the room, 15 minutes for presenting my research, and the rest for lecturers’ questions. Mr Budi Mulyana started by asking a little about the prospect of my research. After that, he asked about governmental finance management and governmental accounting standard. About 45 minutes later there was no more question from him, so we continue to Mr Raynal. Mr Raynal’s major in economy and accounting, so he asked several questions about public finance and accounting theory. But before that, he asked the detailed processes of my research. The last was Mr Budi Waluyo. He asked questions about strategic management and management accounting. After all the questions answered, they told me to leave the room. They needed time to discuss about the test result. I had no idea what would happened next...

In front of the room, I was waiting with ease. I was quite satisfied with my answers to them, but that didn’t negate the chance of anomaly. I felt a little insecurity. Just a little. 5 minutes later, Mr Budi Waluyo called me and urged me to come in. After I sat in my place, he told me the result slowly. First thing first, he asked my opinion whether I passed or not. Nervously, I remained silent. Then without further question, he read the paper in front of him. Time ticked slowly at the moment. After several seconds passed, he continued and said that I passed the test successfully! I tried to listened to what he said very carefully. What? I PASSED THE TEST! Alhamdulillah! After that, he congratulated my thesis and urged me to continue on it since it had prospect in it. I said yes I would, then we shaked hands, took a photograph together, and left the room afterwards.
I was drowning in bliss. I called my mother, my father, my brother and sisters to inform this news. They were very happy and congratulated me. My mother was crying after hearing the news. I was so happy at that time.

That was another achievement in my life. That was another blissful beginning for my future. I learned a lot from it. I cherished the moment briefly and be prepared for more challenging future tomorrow. I promised myself that this was not the ending. I had so many things to learn, to achieve, to grasp. There’s no time to waste.

Selasa, 24 Februari 2015

Story about Us

Not very long from now, I and Dewi will celebrate our 3-month anniversary. For these 3 months we have done several stuffs. Most of which are crazy stuffs, you know. We spent our time very well together. We connected really fast. She always knows what I think of, and I do to inversely. I am happy with her.

Yeah, i am so happy with my relationship with Dewi. Imo, she is so positive, supportive, caring, unique in her own way, and nice. I am so impressed with this girl. She is always there to help me in my difficult times, support me when I really need one, cheer me up when I am so down, congratulate me when I did success in life, and pray for me every night. She is a nice person.

She is really close to her family. And that's a good thing of course. She is nice and caring to children and animals. And that's a good thing too! She is so stubborn sometimes, but that's not that bad, you know. Sometimes, you need that. You don't want a person who could change his/her opinion so easily. It could potentially makes discussion really boring. Yet, stubborn and silly people like her is what I need. This makes us always discuss over some matters for quite a long time. We share our opinions, being silly to defend our opinion, till one of us proved to be wrong. (Ha-ha). I remembered when I and she discuss about Value-Added Taxes, we debate intensely until I could prove her wrong. That's was so funny, yet magnificent moment. Yeah, I enjoyed this relationship mostly because of her silliness.

After 3 months passed, our relationship will get really serious. I realize this is just the beginning. But if I could, I would really like to make this relationship with her last for a very long time.

...
I think, I love her.


.

Penulisan Skripsi

Tibalah saya pada masa-masa yang menjadi cobaan terbesar mahasiswa selama perkuliahan: masa penulisan skripsi. Ini adalah masa yang benar-benar sulit, bukan dari segi penulisan skripsinya, tetapi dari segi sangat minimnya waktu yang ditetapkan oleh sekretariat kampus untuk penulisan skripsi ini. Kami satu angkatan hanya diberikan waktu bersih satu bulan dalam menyelesaikan penulisan dan mempersiapkan diri untuk sidang kompre. Tidakkah itu terlihat mustahil?!

Sampai saat ini, saya sendiri masih berkutat dengan bab IV saya yang masih sangat minim. Wawancara dengan sebagian besar narasumber yang saya rencanakan belum kunjung terlaksana. Kesulitan terbesar yang saya hadapi berada pada data yang tersedia. Sampai saat ini data yang saya miliki belum cukup untuk menyelesaikan skripsi ini. Saya selalu cemas jiika memikirikan ini, namun saya terus optimis pada mukjizat Allah. Sebesar apapun masalahku, ada Allah yang mahabesar yang pasti akan memberikan petunjuknya.

Demikian juga dengan beberapa orang teman saya. Kondisinya tidak jauh berbeda. Ada yang masih gonta-ganti judul menyesuaikan dengan kehendak sekretariat. Ada pula yang masih sibuk merevisi proposal penelitiannya. Beruntung bagi mereka yang mudah memperoleh data dan dapat dengan mulus masuk dalam tahapan penulisan analisis pembahasan. Harus saya akui, saya benar-benar iri dengan mereka. Rasanya ingin mengulang waktu, mengambil tema yang lebih mudah dengan data yang lebih gampang diperoleh, lalu mengembalikan waktu kembali dan mendapati diri saya telah hampir menyelesaikan skripsi saya pada saat ini. Tapi, ya sudahlah. Semuanya sudah terjadi. Saya hanya bisa melanjutkan penelitian ini, menyelesaikannya, lalu lulus dari kampus keuangan negara ini.

By the way, bidang skripsi yang saya ambil adalah manajemen keuangan yang mengarah pada manajemen keuangan pemerintah. Topik yang saya ambil adalah perihal sistem pelaksanaan dan penatausahaan keuangan desa. Dana Desa yang bersumber langsung dari APBN yang akan diumpan ke 72.904 desa yang tersebar di seluruh pelosok nusantara menjadi latar belakang penelitian saya ini. Tentu kalian sudah pernah mendengarnya,bukan? Tentu perlu ada upaya untuk mendesain sistem pengelolaan keuangan desa agar dapat menyiapkan desa-desa dalam menghadapi tantangan akuntabilitas pengelolaan Dana Desa tersebut. Sebagai mahasiswa STAN, saya merasa bertanggung jawab pada pengelolaan keungan desa ini. Dana Desa yang bersumber dari APBN tersebut harus dapat terlaksana secara tepat guna berdasarkan prioritas pembangunan desa.

Sekian saja ya teman-teman. Sekian catatan saya seputar kerumitan masalah yang saya hadapi dalam penyelesaian skripsi saya. Doakan agar saya tetap positif dan optimis dengan penelitian ini. Semoga saya mampu menyelesaikan skripsi saya ini dan lulus dengan prestasi yang membanggakan kedua orang tua saya. Aamiin.

Wassalam.