Kamis, 13 Maret 2014

Kegagalan Terbesar

Lama sekali rasanya tidak menulis di blog ini. Maklum, kesibukan yang makin ke sini, makin menjadi dan rasa malas yang selalu menggerayangi tiap kali terpikir ide untuk mulai menulis. Tapi khusus malam ini, saya tidak bisa menahan diri untuk tidak menuliskan peristiwa yang satu ini. Ini penting. Sangat penting.

Dua hari yang lalu, salah satu dosen kami mengumumkan nilai ujian tengah semester yang telah diujikan dahulu. Awalnya saya sangat cemas akan hal ini, mengingat telah banyak kabar beredar dari kelas tetangga tentang "anomali-anomali" yang terjadi di kelas mereka masing-masing. Begitu banyak mahasiswa yang sepantasnya mendapatkan nilai yang tinggi, namun kenyataannya hanya mendapatkan nilai seadanya, bahkan nilai yang rendah dan tidak layak. Kabar ini tentu saja meresahkanku sebagai mahasiswa yang juga diajar oleh dosen tersebut. Lalu kemudian, tibalah hari dimana dosen tersebut mengumumkan nilai di kelas kami. Malangnya, nilai diumumkan secara terbuka, sehingga seluruh mahasiswa di ruangan dapat mengetahui nilai kami masing-masing. Saya pun menjadi semakin cemas... dan gelisah.

Pikiranku hanya terfokus pada nomor absenku, tidak ada yang lain, itu saja. Di hati saya hanya terus berdoa untuk menenangkan pikiran. Tak sempat lagi kudengarkan nilai-nilai yang diperoleh teman-teman lain. Hanya nomor absenku. Hanya nilaiku yang ingin kuketahui. Kemudian, tibalah saat ketika dosen tersebut menyebutkan nomor absenku bersama dengan nilai yang kuperoleh. "Nomor absen sembilan, sembilan puluh!!". Sontak, saya pun bersyukur dan secara refleks melakukan selebrasi atas hal tersebut. Senang sekali rasanya bisa mendapatkan nilai yang terbilang tinggi untuk mata kuliah yang diajar oleh dosen yang punya reputasi tidak begitu baik dalam memberikan nilai ujian. Terlarut dalam kesenangan dalam pikiranku sendiri, tak lagi kudengarkan kelanjutan pengumuman nilai yang dibawakan oleh dosen tersebut. Saya menjadi asyik sendiri.

Setelah kelas berakhir, rupanya ada beberapa orang teman yang mencatat seluruh nilai ujian mahasiswa yang diumumkan tadi. Saya pun segera melihat daftar tersebut. Saya butuh beberapa saat untuk menyadari bahwa daftar tersebut sangat jauh dari apa yang kubayangkan. Mayoritas teman-temanku mendapatkan nilai yang tidak selayaknya. Seperti apa yang dikabarkan oleh kelas-kelas tetangga, penuh dengan anomali. Beberapa orang yang menurut opini pribadiku layak mendapatkan nilai tinggi, justru mendapatkan yang sebaliknya. Hanya beberapa orang, dan itu sedikit sekali, yang mendapatkan nilai yang memuaskan. Ini sangat mengejutkan, jujur saja.

Sedih sekali rasanya gagal meraih hasil yang memuaskan bersama teman-teman. Saya telah gagal sepenuhnya menjaga visi yang kucanamkan di awal semester untuk sukses bersama teman-teman yang  lain, mendapatkan nilai yang memuaskan bersama-sama, senang dan bahagia bersama-sama. Apa artinya saya sukses sendirian sementara yang lain tidak? Saya benar-benar telah gagal di sini.

Namun kegagalan terbesar yang saya maksud di postingan ini sesungguhnya bukan di situ. Itu belum ada apa-apanya dibandingkan dengan kegagalan saya sebagai seorang manusia yang seharusnya peduli dengan sekitarnya. Bayangkan, saya sempat merasa tenang dan senang ketika pengumuman nilaiku dibacakan, tanpa memperhatikan dan mempedulikan nilai yang diperoleh oleh teman-teman yang lain. Saya hanya fokus pada diri saya sendiri! Egois! Egois sekali! Padahal begitu banyak teman yang meringkuh sedih mendengarkan hasil yang didapatkannya, namun saya, lihatlah, saya asyik sendiri dalam lamunan kemasyhuran! Menyedihkan.

Iya, saya mungkin telah gagal menjadi seorang manusia. :(



p.s.
Dear future Fadli,
Besar harapan saya, kejadian semacam ini tidak terjadi kembali di kemudian hari.


***