Kamis, 30 Januari 2014

Pelik...

Betapa sulit dan lamanya kurasakan kembali perasaan itu.
Namun ketika kurasakan, ia harus kulepas kembali dengan cara yang menyedihkan.
Dengan kedua tangan ini dengan berat hati kuakhiri semuanya.
Impian dan cita-cita pun menguap seketika.

Atas semua ini, logika dan perasaan hadir sebagai pembenar keputusan.
Keputusan yang kuambil mungkin tidak salah.
Tapi jelas itu juga tidak benar.
Pelik sekali.

p.s.
Dear future Fadli, you should learn a lot from this.



**</3**




Sabtu, 04 Januari 2014

Resahku

Sekali lagi saya dibuat bingung oleh manusia. Mereka seringkali lebih memilih membangun dinding yang tinggi di antara sesamanya, padahal mereka seharusnya dapat membangun jembatan yang luas. Dinding yang membatasi interaksi. Dinding yang kokoh tak bercelah memberi jarak mereka dari sesamanya. Bukannya jembatan yang dapat menghubungkan dan bermanfaat bagi kedua belah pihak. Semuanya hanya karena status sosial, kemampuan, ketidakmampuan, masa lalu, dan lain sebagainya. 

Mereka sangat judgemental menurut saya. Sedikit-sedikit menilai dengan kecenderungan mengambil poin-poin negatif dan mengabaikan sisi positif. Menilai seseorang hanya dari satu perspektif, dari perspektif mereka sendiri, atau mungkin lebih tepatnya, dari perspektif yang mereka inginkan bukan yang sepatutnya. Padahal mereka sadar betul akan keterbatasan pengetahuan manusia, apalagi penglihatannya. Mereka belum mengenal secara dekat, tapi berani menilai sesukanya. Belum lagi pada mereka yang mendasarkan penilaian hanya pada status di media sosial. Ini sungguh naif menurut saya.

Jika pun penilaian mereka ternyata benar, apakah mereka pantas untuk membangun dinding kokoh itu? Saya pikir tidak. Toh kita ini adalah manusia, bukan robot. Manusia dapat berkembang, dapat belajar, tidak seperti robot yang telah terprogram. Dengan membangun dinding artinya kita putus asa terhadap manusia tersebut. Padahal manusia tersebut bisa jadi memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Manusia dapat belajar kawan. Lalu mengapa kita secepat itu putus asa pada mereka? Menghakimi seenaknya tanpa melihat dari berbagai sudut pandang kehidupan? Sekali lagi, ini sangat naif menurut saya.

Tak bisakah kita bersikap netral, tidak judgemental

***