Pertama-tama, saya di sini bercerita tidak ada maksud apa-apa dan tidak bermaksud menyinggung siapa-siapa. Bukannya saya merasa paling benar, saya hanya mengutarakan pendapat dari relung hati yang paling dalam. Syukur-syukur kalau bisa mengispirasi. Kiranya salah atau keliru, mohon diluruskan dan dimaafkan.
...
Jadi begini,
tentu fiskus (tax officer) di seluruh nusantara paham betul apa itu konsekuensi yang muncul dari terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2015 (selanjutnya PP-37) tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Konsekuensi itulah yang menjadi nightmare comes true bagi sebagian besar fiskus-fiskus ini. Saya bagaimana? Pendapat saya pribadi nanti saya ceritakan di bagian akhir. Intinya, tadi sore saya mendapati kepedihan di wajah teman-teman saya. Kesedihan karena mendapati uang yang masuk ke dalam rekeningnya tidak sebanyak di bulan-bulan sebelumnya. Sisanya, ada yang tidak bereaksi apa-apa, ada yang tersenyum dikuat-kuatkan, ada juga yang tetap tersenyum dengan semangat. Itulah reaksi-reaksi yang saya temui sore ini.
Saya sekali lagi tidak akan menyalahkan reaksi mana pun dari reaksi-reaksi yang saya sebutkan tadi. Setiap orang tentu saja punya alasan sendiri-sendiri untuk bereaksi seperti itu. Hanya saja, kalo saya pribadi, saya terus mengakarkan prinsip dalam hati saya bahwa saya bekerja bukan untuk uang. Saya bekerja untuk sesuatu yang lebih besar, dan uang atau penghasilan itu sangatlah kecil nilainya. Nilai pekerjaan saya dihitung ibadah insya Allah di mata Tuhan saya, hasil dari pekerjaan saya dapat dinikmati oleh institusi saya, dan apa yang saya lakukan saat ini (di bidang supporting line DJP) jelas-jelas bermanfaat bagi banyak pihak, sehingga jelas sekali bahwa pekerjaan saya itu bukan remeh temeh yang bisa dibayarkan dengan beberapa juta uang yang masuk ke rekening saya setiap bulannya.
Lagipula, menurut saya, sejak awal sebelum turunnya PP-37 ini penghasilan saya toh cukup-cukup saja. Saya masih sempat menabung, berinvestasi, dan membelanjakannya untuk dunia dan akhirat saya. Lalu, kenapa ketika seporsi kecil dari itu hilang saya harus sedih? Kenapa saya harus sedih atas sesuatu yang bahkan belum genap saya miliki selama satu tahun penuh? Saya pikirkan jawaban atas pertanyaan tersebut dan di dalam logika saya, terang sekali jawabannya, saya tidak perlu bersedih. Belum lagi kalau saya bertanya seperti ini, apakah dengan keringat yang kita keluarkan, kita pantas mendapatkan jumlah sebesar itu? Mari sama-sama kita renungkan jawabannya.
Tahun 2016 mendatang masih dua belas bulan lagi. Target baru telah ditetapkan. Tentu saja namanya target pasti akan lebih challenging dari tahun sebelumnya. Ya, marilah kita jangan terlalu larut dalam kesedihan. Saya mengajak teman-teman untuk legowo dan menerima kenyataan ini, menjadikannya cambuk bagi diri pribadi untuk bekerja lebih giat lagi, lebih disiplin lagi, lebih antusias lagi, dan lebih semangat lagi di tahun-tahun mendatang . Dengan kerja keras kita bersama-sama, saya yakin target tahun depan bisa kita capai. Kegagalan tahun lalu cukup kita jadikan catatan kelabu yang dipetik hikmahnya. Yang namanya kegagalan pasti ada penyebabnya. Untuk itu sama-sama kita perbaiki bagian-bagian dari sistem yang telah terbangun yang masih reyot. Tetap optimis untuk tahun depan. DJP Bisa!
*ditulis dari bilik kubikel Lantai 4 Gedung Utama KPDJP pukul 20.02 WIB